Catatan ini, aku dapat dari
sebuah Majalah yang ditulis oleh seorang penulis buku bernama Ida S. Widayanti.
Setelah aku membacanya dengan seksama dan dalam waktu tempo yang sesingkat-singkatnya
(Nah lho?! kayak sebagian dari teks proklamasi :D). Waw !! bagiku sangat
menarik dan bisa dijadikan pelajaran nih, terkhususnya bagi para orangtua dan
guru untuk memahami Jalan Pikiran seorang anak. Mau tahu kelanjutannya?, nyimak
yuuuk ^^
Suatu hari, karena ribut di
dalam kelas, murid-murid di sebuah sekolah mendapat hukuman dari guru. Agar
hukuman itu mendidik, sang guru menugaskan murid-muridnya menjumlahkan angka
dari 1 sampai 100. Ketika murid-murid lain sedang sibuk menjumlah, tidak sampai
satu menit seorang anak berjalan kea rah guru dan menyerahkan hasil
hitungannya.
Ternyata jawaban anak tersebut
benar yaitu 5050. Tentu saja sang guru heran, lalu bertanya bagaimana ia bisa
menjumlahkan dengan secepat itu. Anak tersebut menjawab: “Mudah saja, 1 + 100 =
101, 2 + 99 = 101, 3 + 88 = 101”. Ada 50 pasangan angka yang seperti itu. Saya
kalikan 101 dengan 50 angka maka hasilnya 5050.”
Anak tersebut kemudian tumbuh
menjadi seorang yang sangat pandai dalam memecahkan persoalan matematika. Dunia
kemudian mengenalnya dengan nama Karl Friedich Gauss (1777-1855), ahli
matematika dan ilmuwan dari Jerman. Ia cukup banyak juga memberikan sumbangan
pikiran di bidang analisis, geometri relativitas dan energy atom.
Cara yang dilakukan Gauss kecil
dalam memecahkan soal matematika tentu saja bukan cara yang diajarkan oleh
gurunya. Ia menemukan pemecahan matematika itu sendiri. Anak-anak dengan jalan
pikirannya, ternyata mampu menciptakan pemecahan soal yang sebelumnya tak
terpikirkan oleh orang dewasa.
Barangkali muncul pertanyaan
dibenak kita, bagaimana mungkin anak kecil bisa melakukan hal yang tidak bisa
dilakukan orang dewasa. John Holt dalam bukunya yang menggegerkan dunia yaitu
“How Children Fail” (blm tau nih buku ini??? Jadi penasaran :D) memaparkan
hasil pengamatannya sebagai seorang guru SD di AS selama bertahun-tahun
terhadap anak didiknya. Di dalam bukunya itu dengan rinci John Holt
memperlihatkan bagaimana anak-anak
berpikir dan menciptakan jalannya sendiri dalam memahami berbagai persoalan.
Cara atau jalan mereka memang tidak sama seperti yang dipakai oleh orang
dewasa.
Selama ini, kadang anak dianggap
bodoh atau salah karena cara menyelesaikan masalahnya berbeda dengan hasil
pikiran orang dewasa. Tak jarang anak pulang dalam keadaan sedih, karena hasil
pekerjaannya –walaupun jawabannya benar- dianggap salah karena cara yang
ditempuh anak tidak sama dengan yang diajarkan oleh guru.
Andaikan Gauss kecil kemudian
disalahkan karena tidak menghitung urut sebagaimana biasanya, mungkin ia takkan
digelari “Pangeran Ahli Matematika”. Boleh jadi, ia menjadi anak yang tidak pede alias percaya diri karena cara berfikir
kreatifnya dipandang nyeleneh dan
menentang guru, dan ia tumbuh menjadi orang dewasa biasa yang tidak member
kontribusi pada masyarakat dan dunia.
Anak-anak ibarat benih pohon,
meskipun bagus dan berkualitas, ia tidak akan tumbuh sempurna jika ditanam di lahan
yang tandus. Sejenius apapun Gauss, kalau ia tidak didukung oleh guru, orangtua
dan lingkungannya, maka tidak akan menjadi orang yang hebat.
Untuk menjadi orang dewasa yang
berkualitas, ia membutuhkan lingkungan yang mendukung yaitu orangtua dan guru
yang “Menghargai cara berfikirnya”, yang membuat ia kreatif mengeluarkan ide
dan gagasannya.
Biarlah anak-anak pelajari
sendiri diri dan dunia ini, dengan cara pandang mereka sendiri ^^
0 komentar:
Posting Komentar