Rabu, 30 Maret 2011

Jalan Pikiran



Catatan ini, aku dapat dari sebuah Majalah yang ditulis oleh seorang penulis buku bernama Ida S. Widayanti. Setelah aku membacanya dengan seksama dan dalam waktu tempo yang sesingkat-singkatnya (Nah lho?! kayak sebagian dari teks proklamasi :D). Waw !! bagiku sangat menarik dan bisa dijadikan pelajaran nih, terkhususnya bagi para orangtua dan guru untuk memahami Jalan Pikiran seorang anak. Mau tahu kelanjutannya?, nyimak yuuuk ^^

Suatu hari, karena ribut di dalam kelas, murid-murid di sebuah sekolah mendapat hukuman dari guru. Agar hukuman itu mendidik, sang guru menugaskan murid-muridnya menjumlahkan angka dari 1 sampai 100. Ketika murid-murid lain sedang sibuk menjumlah, tidak sampai satu menit seorang anak berjalan kea rah guru dan menyerahkan hasil hitungannya.

Ternyata jawaban anak tersebut benar yaitu 5050. Tentu saja sang guru heran, lalu bertanya bagaimana ia bisa menjumlahkan dengan secepat itu. Anak tersebut menjawab: “Mudah saja, 1 + 100 = 101, 2 + 99 = 101, 3 + 88 = 101”. Ada 50 pasangan angka yang seperti itu. Saya kalikan 101 dengan 50 angka maka hasilnya 5050.”

Anak tersebut kemudian tumbuh menjadi seorang yang sangat pandai dalam memecahkan persoalan matematika. Dunia kemudian mengenalnya dengan nama Karl Friedich Gauss (1777-1855), ahli matematika dan ilmuwan dari Jerman. Ia cukup banyak juga memberikan sumbangan pikiran di bidang analisis, geometri relativitas dan energy atom.

Cara yang dilakukan Gauss kecil dalam memecahkan soal matematika tentu saja bukan cara yang diajarkan oleh gurunya. Ia menemukan pemecahan matematika itu sendiri. Anak-anak dengan jalan pikirannya, ternyata mampu menciptakan pemecahan soal yang sebelumnya tak terpikirkan oleh orang dewasa.

Barangkali muncul pertanyaan dibenak kita, bagaimana mungkin anak kecil bisa melakukan hal yang tidak bisa dilakukan orang dewasa. John Holt dalam bukunya yang menggegerkan dunia yaitu “How Children Fail” (blm tau nih buku ini??? Jadi penasaran :D) memaparkan hasil pengamatannya sebagai seorang guru SD di AS selama bertahun-tahun terhadap anak didiknya. Di dalam bukunya itu dengan rinci John Holt memperlihatkan bagaimana anak-anak berpikir dan menciptakan jalannya sendiri dalam memahami berbagai persoalan. Cara atau jalan mereka memang tidak sama seperti yang dipakai oleh orang dewasa.

Selama ini, kadang anak dianggap bodoh atau salah karena cara menyelesaikan masalahnya berbeda dengan hasil pikiran orang dewasa. Tak jarang anak pulang dalam keadaan sedih, karena hasil pekerjaannya –walaupun jawabannya benar- dianggap salah karena cara yang ditempuh anak tidak sama dengan yang diajarkan oleh guru.

Andaikan Gauss kecil kemudian disalahkan karena tidak menghitung urut sebagaimana biasanya, mungkin ia takkan digelari “Pangeran Ahli Matematika”. Boleh jadi, ia menjadi anak yang tidak pede  alias percaya diri karena cara berfikir kreatifnya dipandang nyeleneh dan menentang guru, dan ia tumbuh menjadi orang dewasa biasa yang tidak member kontribusi pada masyarakat dan dunia.

Anak-anak ibarat benih pohon, meskipun bagus dan berkualitas, ia tidak akan tumbuh sempurna jika ditanam di lahan yang tandus. Sejenius apapun Gauss, kalau ia tidak didukung oleh guru, orangtua dan lingkungannya, maka tidak akan menjadi orang yang hebat.

Untuk menjadi orang dewasa yang berkualitas, ia membutuhkan lingkungan yang mendukung yaitu orangtua dan guru yang “Menghargai cara berfikirnya”, yang membuat ia kreatif mengeluarkan ide dan gagasannya.
Biarlah anak-anak pelajari sendiri diri dan dunia ini, dengan cara pandang mereka sendiri ^^

0 komentar:

Posting Komentar